Tradisi Raba-Raba Puru Untuk Kehamilan Anak Pertama di Gorontalo

Memasuki usia tujuh bulan kandunganku, dan sebagai istri yang bersuamikan orang Gorontalo, maka dari pihak keluarga suamiku bersepakat akan melaksanakan ritual adat Gorontalo, yakni acara Molonthalo atau lebih dikenal dengan nama "Raba-raba puru". Sesuai schedulle, acara adat gorontalo ini dilaksanakan tanggal 26 Desember 2015, di kediaman keluarga besar suamiku, Kelurahan Buladu Kecamatan Kota Barat.

Pasti teman-teman penasaran seperti apa acaranya dan bagaimana jalannya prosesi adat Gorontalo ini.

Sebelumnya, kita sharing dulu makna apa sebenarnya yang terkandung dalam ritual adat molonthalo di Gorontalo.

Maksud dan tujuan yang terkandung dari diadakannya ritual adat molonthalo ini adalah sebagai pernyataan dari pihak keluarga suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan keturunan dari perkawinan yang sah. Selain itu juga sebagai pernyataan atau maklumat kepada pihak keluarga suami bahwa sang isteri benar-benar suci ketika belum menikah.

Berarti perlu digarisbawahi ya? Upacara masa kehamilan yang disebut sebagai molonthalo ini diadakan hanya pada saat seorang perempuan mengalami masa kehamilan untuk yang pertama kalinya.



Yang memimpin jalannya ritual molonthalo adalah seorang dukun bayi atau bidan kampung yang biasa disebut Hulango, tentunya dengan berbagai syarat, yakni beragama Islam, mengetahui seluk beluk umur kandungan, mengetahui urut-urutan upacara molonthalo, hafal bacaan-bacaan dalam upacara, dan telah diakui oleh masyarakat setempat sebagai Hulango.

Nah, yang diwajibkan hadir dalam ritual molonthalo ini sesuai syarat adat, yakni kerabat dari pihak suamiku, imam kampung atau Hatibi, (kalo dikampungku dipanggil jiow), dua orang anak (laki-laki dan perempuan) berusia lebih kurang 7-9 tahun yang masih memiliki orang tua, Nur Afni dan Rehan, anaknya Kak Nita. Nih gaya mereka dengan pakaian adat khas Gorontalo… 



Trus apa lagi ya? Oh iya, tiga orang ibu yang dianggap dari keluarga sakinah, 2 dari pasangan keluarga suamiku dan 1 dari keluargaku yang datang dari Kotamobagu, serta warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya ritual molonthalo.

Semua peralatan dan perlengkapan yang dipersiapkan dalam ritual molonthalo sangat banyak, dan aku sendiri planga plongo mengikuti semua arahan Hulango dalam proses ritual. Maklum, bukan orang Gorontalo, jadi wajarlah karena acara ini yang pertama aku lihat sekaligus aku rasakan sendiri gimana semua prosesinya. Aku ikuti semua tahapan dari awal sampai akhir, dan Alhamdulillah acaranya berjalan sukses.

Yang tak akan terlupakan dalam prosesi adat Gorontalo ini yakni beberapa tahapannya. Seperti saat aku dibaringkan di atas sebuah tikar putih dengan kepala menghadap ke arah timur dan kaki ke barat. Trus di bagian kepala diletakkan sebuah bantal yang selalu dipegangi oleh seorang ibu. Sedangkan bagian kaki juga dijaga oleh seorang ibu lainnya sambil memegang lututku agar posisinya terlipat ke atas, trus diapit adik Rehan dan Afni di sebelah kiri dan kanan sambil meletakkan tangan tepat di atas ikat pinggang janur berkepala tiga yang aku kenakan.

Lalu, suamiku masuk ke dalam kamar dan melangkahi perutku sebanyak tiga kali. Kaget juga sebenarnya.. hehehe.. Selesai melangkahi perutku, suamiku lalu menghunus keris untuk memotong anyaman silar yang telah disediakan. Potongan anyaman silar tersebut lalu dibawanya keluar mengelilingi rumah sebanyak satu kali, kemudian dibuang agak jauh dari rumah.

Kata hulango maknanya agar cadebayku lahir dengan selamat dan setelah dewasa akan memegang teguh adat, syara’, dan baala sebagai pedoman hidupnya dalam bermasyarakat. Ahh keren juga adat istiadat masyarakat Gorontalo....

Trus moment kedua yang tak akan kulupakan adalah duduk berhadapan dengan suamiku untuk prosesi acara saling menyuapi dengan makanan dalam baki yang terdiri dari nasi bilinthi dan ayam goreng. Katanya prosesi ini sebagai lambang kasih sayang serta adanya hak dan kewajiban dari suami isteri.

Suamiku mengeluarkan telur yang telah dimasukkan dalam perut ayam goreng, dan telur yang telah dikeluarkan dari tubuh ayam goreng tersebut ternyata bermakna agar aku diberi kemudahan saat persalinan nanti. So sweet…

Selesai prosesi saling menyuapi, kemudian membaca doa dan shalawat yang dipimpin oleh hatibi. Kemudian, aku dan suamiku dimandikan oleh hulango dengan air yang telah dicampur dengan berbagai macam bunga dan ramuan.

Pokoknya seru banget dan keren, moment ini tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya di sepanjang hidupku. Ritual adat molonthalo Gorontalo sarat makna yang benar-benar ditujukan pada saat persalinanku nanti dan untuk keselamatan keluarga kecilku. Insyaa Allah, Aamiin…



Selain kerabatku dan kerabat suami, yang hadir dalam prosesi adat molonthalo 7 bulanan usia kandunganku yakni teman-teman suamiku dari komunitas fotografi, Instanusantara Gorontalo. Yang meliput acaranya juga salah satu member instanusantara Gorontalo, jadi gak sabar melihat moment dan semua tahapan molonthalo yang diabadikan lewat foto. Hehe…

Oh iya.. di daerah kalian ada ritual atau prosesi adat 7 bulanan kayak gini ya? Yuuukkk sharing informasinya di kolom komentar atau blog kalian. Di tunggu ya ceritanya…

Sebentar lagi tahun baru 2016. Selamat Tahun Baru aja ya buat kalian semua.. Semoga di tahun baru makin sukses dan apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Aamiin....

0 comments:

Posting Komentar

Hai sobat diary... Terima kasih sudah berkunjung ke diaryku. Semoga tulisannya bermanfaat. Jangan lupa beri Komentar, bisa saran atau tanggapan dari tulisanku sebagai bahan evaluasi nanti. Sering-seringlah mampir ke Diaryku ya? Aku pasti akan melakukan kunjungan balik ke blog teman-teman dan menjalin persahabatan.

Salam
Naya

Komentar Sahabat
Sahabat Diary